Kebenaran Itu Berbilang?

Kebenaran Itu Berbilang?

“Kebenaran itu tidak pernah memihak”

Itulah moto sebuah surat kabar. Apakah maknanya benar?

Apakah artinya tidak ada kebenaran mutlak di dunia ini? Apakah kebenaran itu selalu nisbi?

Allah berfirman:

الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ فَلا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُمْتَرِينَ

“Kebenaran itu dari Tuhanmu, karena itu jangan sekali-kali engkau termasuk orang-orang yang ragu.” (QS. Al-Baqarah: 147)

Kalau kebenaran pendapat kita, ya, murni pendapat kita, bisa jadi itu tidak mutlak dan nisbi. Namun, kalau kebenaran firman Tuhan kita, maka pasti itu mutlak dan tidak nisbi.

Karena itu, siapa yang ingin mencari kebenaran yang hakiki dan pasti, maka ‘menghadaplah’ kepada-Nya. Bacalah firman-Nya dan baca pula sabda nabi-Nya. Niscaya kebenaran itu akan tampak di depan matanya. Dan kalau kebenaran itu sudah tampak di hadapannya, maka hendaknya ia segera mengambilnya. Karena….

“Tidak ada setelah kebenaran itu melainkan kesesatan.” (QS. Yunus: 32)

Ya, tidak ada setelah kebenaran melainkan itu kebatilan.

Tidak ada setelah tauhid melainkan itu kemusyrikan.

Tidak ada setelah sunnah melainkan itu bidah.

Tidak ada setelah ketaatan melainkan itu kemaksiatan.

Siapa yang mencari selain kebenaran, maka ia akan mendapatkan kebatilan. Sebab, kebenaran itu satu dan tidak berbilang!

 

Dalil-Dalil Bahwa Kebenaran Tidak Berbilang

  1. Allah berfirman:

اللَّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ آمَنُوا يُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ

“Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya.” (QS. Al-Baqarah: 257)

ظُلُمات adalah bentuk jamak dari kata ظُلْمة yang artinya kegelapan.

Sedangkan  نُورٌ artinya cahaya dan itu dalam bentuk tunggal. Sedangkan bentuk jamaknya yaitu أنْوار.

Imam Ibnu Katsir menerangkan ayat tadi:

وَلِهَذَا وَحَّدَ تَعَالَى لَفْظَ النُّورِ وَجَمَعَ الظُّلُمَاتِ؛ لِأَنَّ الْحَقَّ وَاحِدٌ وَالْكُفْرَ أَجْنَاسٌ كَثِيرَةٌ وَكُلُّهَا بَاطِلَةٌ كَمَا قَالَ:

“Karena itulah dalam ayat ini Allah mengungkapkan kata “cahaya” dalam bentuk tunggal, sedangkan kata “kegelapan” dalam bentuk jamak. Sebab, kebenaran itu hanya satu, sedangkan kekafiran itu banyak ragamnya dan semuanya batil. Sebagaimana Dia firmankan (QS. Al-An’aam: 153):

{وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ} [الْأَنْعَامِ:153]

“Dan sesungguhnya inilah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dan jangan kalian ikuti jalan-jalan lain sehingga mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya.” (Tafsir Al-Quran Al-‘Azhim)

 

  1. Rasulullah ﷺ mengabarkan bahwa umatnya akan terpecah menjadi 73 golongan, lalu beliau ﷺ bersabda:

كُلُّهَا فِي النَّارِ إِلَّا مِلَّةً وَاحِدَةً

“Semuanya masuk neraka kecuali satu golongan.”

Ada yang bertanya:

مَا الْوَاحِدَةُ؟

“Siapa golongan itu?”

Beliau ﷺ pun menjawab:

مَا أَنَا عَلَيْهِ الْيَوْمَ وَأَصْحَابِي

“Siapa pun yang mengikuti aku dan para sahabatku pada hari ini.” (HR. Al-Hakim)

Imam Asy-Syathibi menerangkan hadis ini:

إِنَّ قَوْلَهُ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ: إِلَّا وَاحِدَةً قَدْ أَعْطَى بِنَصِّهِ أَنَّ الْحَقَّ وَاحِدٌ لَا يَخْتَلِفُ

“Sesungguhnya perkataan beliau ﷺ: ‘Kecuali satu golongan’, menunjukkan secara jelas bahwa kebenaran itu satu dan tidak berlain-lainan.

إِذْ لَوْ كَانَ لِلْحَقِّ فِرَقٌ أَيْضًا لَمْ يَقُلْ إِلَّا وَاحِدَةً

Sebab, kalau memang kebenaran itu bermacam-macam, tentu beliau ﷺ tidak akan mengatakan: ‘Kecuali satu golongan.’

وَلِأَنَّ الِاخْتِلَافَ مَنْفِيٌّ عَنِ الشَّرِيعَةِ بِإِطْلَاقٍ، لِأَنَّهَا الْحَاكِمَةُ بَيْنَ الْمُخْتَلِفِينَ، لِقَوْلِهِ تَعَالَى:

Dan juga karena pertentangan itu sudah ditiadakan dari syariat ini secara mutlak. Sebab, syariat ini adalah pemutus antara orang-orang yang berselisih. Berdasarkan firman-Nya:

فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ} [النساء: 59]

“Kemudian, jika kalian berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah itu kepada Allah dan Rasul.” (QS. An-Nisa’: 59)

إِذْ رَدُّ التَّنَازُعِ إِلَى الشَّرِيعَةِ، فَلَوْ كَانَتِ الشَّرِيعَةُ تَقْتَضِي الْخِلَافَ لَمْ يَكُنْ فِي الرَّدِّ إِلَيْهَا فَائِدَةٌ.

Sebab, mengembalikan perselisihan itu kepada syariat. Jika memang syariat ini berkonsekuensi pertentangan, maka tidak ada faidah dari perintah untuk mengembalikan perselisihan kepadanya.” (Al-I’tisham)

 

  1. ‘Abdullah bin Mas’ud berkata:

خَطَّ لَنَا رَسُولُ اللهِ ﷺ خَطًّا،ثُمَّ قَالَ:

“Rasulullah ﷺ pernah membuatkan untuk kami satu garis lalu beliau ﷺ bersabda:

هَذَا سَبِيلُ اللهِ

“Ini adalah jalan Allah.”

ثُمَّ خَطَّ خُطُوطًا عَنْ يَمِينِهِ وَعَنْ شِمَالِهِ، ثُمَّ قَالَ:

Kemudian beliau ﷺ membuat garis-garis di sebelah kanan dan sebelah kiri garis tersebut. Lalu beliau ﷺ bersabda:

هَذِهِ سُبُلٌ عَلَى كُلِّ سَبِيلٍ مِنْهَا شَيْطَانٌ يَدْعُو إِلَيْهِ

“Ini adalah jalan-jalan. Pada setiap jalan itu ada setan yang mengajak kepadanya.”

ثُمَّ قَرَأَ:

Kemudian beliau ﷺ membaca (QS. Al-An’aam: 153):

وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ، فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ

“Dan sesungguhnya inilah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dan jangan kalian ikuti jalan-jalan lain sehingga mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya.” (HR. Ahmad)

Lihatlah, satu garis dan lawannya adalah garis-garis.

Jalan-Ku yang lurus dan lawannya adalah jalan-jalan yang lain.

Itu menunjukkan dengan jelas bahwa kebenaran itu satu dan tidak berbilang. Berbeda halnya dengan kebatilan, ada banyak dan berbilang.

Karena itu, batillah pernyataan sebagian orang bahwa semua sekte dalam Islam adalah benar. Dan lebih batil lagi pernyataan sebagian orang bahwa semua agama adalah benar.

Kebenaran itu satu dan tidak berbilang.

 

Siberut, 4 Rabi’ul Tsani 1443

Abu Yahya Adiya

 

Sumber:

  1. Al-I’tisham karya Imam Asy-Syathibi.
  2. Manhaj Al-Firqah An-Najiyah wa Ath-Thaifah Al-Manshurah karya Syekh Muhammad bin Jamil Zainu.
  3. Tafsir Al-Quran Al-‘Azhim karya Imam Ibnu Katsir.