Cobaan berat menghadangnya. Ia harus melahirkan janin yang ada di kandungannya, tanpa seorang pun yang mendampinginya.
Itulah yang terjadi pada wanita yang salihah, Maryam.
Betapa pun beratnya ujian yang ia alami, ia tetap rida kepada-Nya, dan tidak memprotes keputusan-Nya.
Hingga ketika waktu melahirkan sudah dekat dan rasa sakit sudah memuncak, Allah pun mengutus malaikat Jibril kepadanya.
Allah mengisahkan kejadian tersebut:
فَنَادَاهَا مِنْ تَحْتِهَا أَلا تَحْزَنِي قَدْ جَعَلَ رَبُّكِ تَحْتَكِ سَرِيًّا وَهُزِّي إِلَيْكِ بِجِذْعِ النَّخْلَةِ تُسَاقِطْ عَلَيْكِ رُطَبًا جَنِيًّا
“Maka Jibril menyerunya dari tempat yang rendah, ‘Janganlah engkau bersedih hati, sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu. Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu.” (QS. Maryam: 24-25)
Kenapa Allah memerintahkan Maryam untuk menggoyangkan pangkal pohon kurma?
Bukankah pangkal pohon kurma itu kuat, kokoh, dan susah digerakkan?
Dan bukankah Maryam ketika itu dalam keadaan payah karena ingin melahirkan?
Kenapa Allah tidak memerintahkan Maryam cukup berdoa saja kepada-Nya supaya diberi kurma?
Kenapa Allah tidak langsung saja memberikan kepada Maryam kurma dengan tanpa menggoyangkan pangkal pohonnya?
Rezeki Menuntut ‘Gerakan’
Dalam kisah tadi Allah mengajarkan kepada kita bahwa rezeki dari-Nya tidak bisa digapai hanya dengan mengangkat tangan. Rezeki dari-Nya tidak bisa didapat hanya dengan berpangku tangan. Perlu usaha. Perlu ikhtiar.
Karena itu, seorang muslim harus berusaha menjemput rezeki yang Allah sediakan. Tidak cukup ia berdoa saja. Tidak bisa ia hanya duduk-duduk saja.
Allah berfirman:
هُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الأرْضَ ذَلُولا فَامْشُوا فِي مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا مِنْ رِزْقِهِ
“Dialah Yang menjadikan bumi mudah dijelajahi untuk kalian, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya.” (QS. Al-Mulk: 15)
Ya, Allah berfirman: “berjalanlah…”! bukan “diamlah…”!
Burung pun ‘Bergerak’
Nabi ﷺ bersabda:
لَوْ أنَّكم تتوكَّلونَ عَلَى اللَّهِ حقَّ تَوكُّلِهِ لرزَقكُم كَما يرزُقُ الطَّيْرَ، تَغْدُو خِماصاً وترُوحُ بِطَاناً
“Seandainya kalian benar-benar bertawakal kepada Allah, niscaya Dia memberikan rezeki kepada kalian sebagaimana Dia memberikan itu kepada burung. Ia berangkat di pagi hari dalam keadaan perut kosong dan pulang di sore hari dalam keadaan telah penuh perutnya dengan makanan.” (HR. Tirmidzi)
Ya, Allah memberikan makanan kepada burung tatkala ia keluar dari sangkarnya. Tatkala ia bergerak mencari rezeki-Nya.
Adakah Hujan Emas dan Perak?
Di saat orang-orang sedang sibuk bekerja di pasar dan yang lainnya di ladang, pemuda itu justru sibuk beribadah di masjid. ‘Umar bin Al-Khaththab melihatnya lalu bertanya kepadanya apa sebabnya ia ada di masjid dan tidak bekerja.
Pemuda itu menjawab bahwa kalau Allah sudah menentukan rezeki untuknya, maka rezeki itu akan datang dengan sendirinya! Ia menganggap dirinya sedang bertawakkal kepada Allah!
Setelah mendengar jawaban pemuda itu, ‘Umar pun membentaknya dengan berkata:
أن السماء لا تمطر ذهباً ولا فضة
“Sesungguhnya langit tidak menurunkan hujan berupa emas dan perak!” (Disebutkan dalam Ihya Ulumuddin dan lain-lain)
Ya, emas dan perak tidak akan turun dari langit.
Allah tidak akan memberikan begitu saja harta dan rezeki kepada kita. Perlu usaha. Perlu bekerja.
‘Bergerak’ itu Mulia
Kalau terus tergenang, air akan terlihat keruh. Sedangkan kalau mengalir, air akan terlihat jernih.
Maka begitu pula manusia. Kalau terus diam dan menganggur, akan terlihat keruhlah wajahnya.
Sebaliknya, tatkala ia ‘bergerak’, akan tampak jernihlah wajahnya.
Kalau demikian, selain menjalankan perintah Allah, bekerja dan keluar mencari rezeki-Nya juga merupakan perbuatan yang mulia.
Sufyan Ats-Tsauri berkata:
عَلَيْكَ بِعَمَلِ الْأَبْطَالِ: الْكَسْبُ مِنَ الْحَلَالِ، وَالْإِنْفَاقُ عَلَى الْعِيَالِ
“Hendaknya engkau melakukan perbuatan para pemberani, yaitu: mencari nafkah dari yang halal dan menafkahi keluarga.” (Al-Jami liakhlaq Ar-Rawi wa Adab As-Sami’)
Siberut, 11 Shafar 1442
Abu Yahya Adiya






