Seputar Peminjaman Barang

Seputar Peminjaman Barang

1. Apa hukum meminjamkan barang kepada orang lain?

Imam Ibnu Qudamah berkata:

وَأَجْمَعَ الْمُسْلِمُونَ عَلَى جَوَازِ الْعَارِيَّةِ وَاسْتِحْبَابِهَا،

“Kaum muslimin telah sepakat akan bolehnya dan dianjurkannya meminjamkan barang.” (Al-Mughni)

Al-‘Allamah Shiddiq Hasan Khan berkata:

العارية من مكارم الأخلاق ومحاسن الطاعات وأفصل الصلات لأنها إباحة المالك لمنافع ملكه لمن له إليه حاجة ولا ريب أن هذا الفعل داخل تحت نصوص الكتاب والسنة فإن فيهما من الترغيب في ذلك ما لا يحيط به الحصر ومن جملة ذلك قوله تعالي:

“Meminjamkan barang termasuk termasuk akhlak yang mulia, ketaatan yang baik, dan bentuk menyambung hubungan yang paling utama. Sebab, pemilik manfaat suatu barang membolehkan itu bagi orang yang membutuhkannya. Dan tidak diragukan lagi bahwa perbuatan tersebut termasuk dalam cakupan nas-nas Al-Quran dan As-Sunnah. Karena sesungguhnya dalam keduanya ada banyak dorongan yang tidak terbatas untuk melakukan itu. Di antaranya yaitu firman-Nya:

{وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى}

“Tolong menolonglah dalam kebajikan dan ketakwaan.” (Ar-Raudhah An-Naddiyyah Syarh Ad-Durar Al-Bahiyyah)

2. Apa syarat sah peminjaman barang?

Syekh Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijiri berkata:

يشترط لصحة العارية ما يلي:

“Disyaratkan beberapa perkara berikut ini untuk sahnya peminjaman barang:

1 – أن تكون العين منتفعاً بها مع بقائها.

1. Barang yang dipinjamkan bisa dimanfaatkan dan bertahan.

2 – أن يكون النفع مباحاً.

2. Manfaat yang didapatkan darinya diperbolehkan.

3 – أن يكون المعير أهلاً للتبرع.

3. Orang yang meminjamkan barang pantas untuk bederma.

4 – أن يكون المعير مالكاً لما يعيره، أو مأذوناً له فيه.

4. Orang yang meminjamkan barang adalah pemilik barang yang dipinjamkan atau orang yang diizinkan untuk meminjamkannya.

5 – أن يكون المستعير أهلاً للتصرف.

5. Orang yang meminjam barang itu pantas untuk menggunakan barang.” (Mausu’ah Al-Fiqh Al-Islaamiy)

Karena itu….

Tidak sah peminjaman suatu barang jika barang tersebut rusak dan tidak bisa digunakan, atau langsung rusak setelah digunakan.

Tidak sah peminjaman suatu barang jika barang tersebut akan digunakan untuk melakukan maksiat dan dosa.

Tidak sah peminjaman suatu barang jika orang yang meminjamkan barang tersebut adalah anak yang belum balig atau orang yang idiot.

Tidak sah peminjaman suatu barang jika orang yang meminjamkan barang tersebut bukanlah pemilik barang tersebut atau tidak mendapatkan izin untuk meminjamkannya.

Tidak sah peminjaman suatu barang jika orang yang meminjam barang tersebut adalah anak yang belum balig atau orang yang idiot.

3. Apa yang harus dilakukan jika barang pinjaman rusak?

Imam Ibnu Qudamah berkata:

وَيَجِبُ رَدُّ الْعَارِيَّةِ إنْ كَانَتْ بَاقِيَةً. بِغَيْرِ خِلَافٍ. وَيَجِبُ ضَمَانُهَا إذَا كَانَتْ تَالِفَةً، تَعَدَّى فِيهَا الْمُسْتَعِيرُ أَوْ لَمْ يَتَعَدَّ. رُوِيَ ذَلِكَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ وَأَبِي هُرَيْرَةَ وَإِلَيْهِ ذَهَبَ عَطَاءٌ وَالشَّافِعِيُّ وَإِسْحَاقُ

“Dan wajib mengembalikan barang pinjaman jika masih ada fisiknya, tanpa ada perbedaan pendapat di antara para ulama. Dan wajib menggantinya jika itu rusak, baik orang yang meminjam itu melampaui batas maupun tidak. Ini diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas dan Abu Hurairah. Dan itu juga pendapat ‘Atha, Asy-Syafi’i, dan Ishaq.” (Al-Mughni)

Apa dalil pendapat mereka?

Nabi ﷺ bersabda:

الْعَارِيَةُ مُؤَدَّاةٌ

“Pinjaman itu harus dikembalikan.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, dan lain-lain)

Itu kalau barang yang dipinjam masih utuh. Adapun kalau sudah rusak, maka harus diganti dengan barang yang serupa atau senilai dengannya. Itu berdasarkan sabda Nabi ﷺ kepada Shafwan ketika beliau meminjam baju besi darinya:

«بَلْ عَارِيَّةٌ مَضْمُونَةٌ»

“Bahkan itu pinjaman yang ditanggung.” (HR. Ahmad)

Ya, ditanggung akan diganti kalau rusak atau hilang.

(bersambung)

 

Siberut, 24 Muharram 1446
Abu Yahya Adiya