Akibat terpengaruh ilmu kalam dan filsafat, muncul beberapa orang yang menolak ketinggian Allah, walaupun itu menyalahi fitrah mereka. Sebab, keyakinan bahwa Allah di atas langit adalah keyakinan mendasar yang tertanam pada fitrah manusia.
Dan Ibnu Rusyd adalah orang yang bergelut dengan ilmu filsafat. Namun anehnya, fitrahnya dalam hal ini tidak ikut rusak karena filsafat.
Ibnu Rusyd berkata tentang ketinggian Allah di atas langit:
وأما هذه الصفة فلم يزل أهل الشريعة من أول الأمر يثبتون لله سبحانه وتعالى حتى نفتها المعتزلة، ثم تبعهم على نفيها متأخرو الأشعرية، كـ أبي المعالي الجويني ومن اقتدى بقوله. وظواهر الشرع كلها تقتضي إثبات الجهة, مثل قوله تعالى:
“Adapun sifat ini, maka pemeluk agama ini dari sejak pertama kali menetapkan itu bagi Allah hingga akhirnya ditolak oleh Muktazilah lalu diikuti oleh kelompok Asy’ariyyah belakangan, seperti Abu Al-Ma’aali Al-Juwaini dan yang mengikuti pendapatnya. Padahal, lahiriah syariat ini berkonsekuensi menetapkan arah atas bagi-Nya. Seperti firman-Nya:
وَيَحْمِلُ عَرْشَ رَبِّكَ فَوْقَهُمْ يَوْمَئِذٍ ثَمَانِيَةٌ
“Pada hari itu delapan malaikat menjunjung Arsy Tuhanmu di atas (kepala) mereka.” (QS. Al-Haqqah: 17)
ومثل قوله تعالى:
Seperti firman-Nya:
يُدَبِّرُ الْأَمْرَ مِنَ السَّمَاءِ إِلَى الْأَرْضِ ثُمَّ يَعْرُجُ إِلَيْهِ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ أَلْفَ سَنَةٍ مِمَّا تَعُدُّونَ
“Dia mengatur segala urusan dari langit ke bumi, kemudian urusan itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang lamanya adalah seribu tahun menurut perhitungan kalian.” (QS. As-Sajdah: 5)
ومثل قوله تعالى:
Seperti firman-Nya:
تَعْرُجُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ إِلَيْهِ الآية
“Para malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada-Nya.” (QS. Al-Ma’arij: 4)
ومثل قوله تعالى:
Dan seperti firman-Nya:
أَأَمِنْتُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ أَنْ يَخْسِفَ بِكُمُ الْأَرْضَ فَإِذَا هِيَ تَمُور
“Sudah merasa amankah kalian, bahwa Dia yang di atas langit tidak akan membuat kalian ditelan bumi ketika tiba-tiba ia berguncang?” (QS. Al-Mulk: 16)
إلى غير ذلك من الآيات التي إن سلط عليها التأويل عاد الشرع كله مؤولا, وإن قيل فيها إنها من المتشابهات عاد الشرع كله متشابها, لأن الشرائع كلها مبنية على أن الله في السماء. وأن منه تتنزل الملائكة بالوحي إلى النبيين، وأن من السماء نزلت الكتب وإليها كان الإسراء بالنبي صلى الله عليه وسلم، حتى قرب من سدرة المنتهى
Dan ayat-ayat lainnya yang jika itu ditakwil, maka agama ini seluruhnya bisa ditakwil. Kalau dikatakan itu termasuk perkara yang mutasyabihat (samar), maka agama ini seluruhnya bisa mutasyabihat (samar). Sebab, seluruh agama berdasarkan keyakinan bahwa Allah di atas langit dan dari situlah para malaikat turun membawa wahyu kepada para nabi. Dan dari langit, turun kitab-kitab suci. Dan ke langit pula Nabi ﷺ melakukan perjalanan di malam hari hingga mendekati sidratul muntaha.
وجميع الحكماء قد اتفقوا على أن الله والملائكة في السماء، كما اتفقت جميع الشرائع على ذلك
Dan seluruh ahli hikmah telah sepakat bahwa Allah dan para malaikatnya ada di atas langit. Sebagaimana seluruh agama telah sepakat akan demikian.” (Manahij Al-Adillah Fii ‘Aqaid Al-Millah hal. 178)
Ada beberapa poin penting dalam perkataan Ibnu Rusyd ini:
- Keyakinan bahwa Allah di atas langit adalah keyakinan mendasar yang tertanam pada fitrah manusia.
- Yang pertama kali menolak ketinggian Allah di atas langit yaitu kelompok Muktazilah kemudian di susul oleh kelompok Asy’ariyyah belakangan. Karena, Asy’ariyyah belakangan menyatakan bahwa Allah tidak di atas dan tidak di bawah, Dia tidak di luar alam, dan tidak pula di dalam alam!
- Tidak mungkin menakwilkan ayat-ayat yang menyebutkan ketinggian Allah di atas langit. Dan tidak bisa juga dikatakan bahwa ayat-ayat yang menyebutkan itu adalah mutasyabihat (samar).
Karena, kalau itu ditakwil, atau dikatakan samar, maka konsekuensinya banyak ayat Al-Quran yang mesti ditakwil dan divonis samar.
Sebab, ayat yang menunjukkan ketinggian Allah di atas langit sangatlah banyak.
Syekhul Islam menyinggung tentang ketinggian Allah di atas langit:
وفي القرآن نحو ثلاثمائة موضع يدل على ذلك والأحاديث والآثار في ذلك أشهرُ وأظهرُ من أن تُذكرَ هنا مع الأدلة العقلية
“Dalam Al-Quran ada sekitar 300 ayat yang menunjukkan demikian. Sedangkan hadis dan atsar tentang itu lebih terkenal dan lebih tampak lagi dibandingkan itu disebutkan di sini bersama dalil-dalil akli.” (Jami’ Al-Masail)
Siberut, 7 Sya’ban 1444
Abu Yahya Adiya






