Yang Sebenarnya Perlu Kita Cemaskan

Yang Sebenarnya Perlu Kita Cemaskan

“Seandainya kalian melihat apa yang kulihat, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis.”

Demikianlah Rasulullah ﷺ bersabda. Maka para sahabat pun bertanya:

وَمَا رَأَيْتَ يَا رَسُولَ اللهِ

“Apa yang engkau lihat wahai Rasulullah?”

Beliau ﷺ menjawab:

رَأَيْتُ الْجَنَّةَ وَالنَّارَ

“Aku melihat surga dan neraka.” (HR. Muslim)

Seandainya kita melihat indahnya surga dan dahsyatnya neraka, tentu akan sedikitlah tawa kita dan banyaklah tangisan kita.

Rasulullah ﷺ pernah bertanya kepada Jibril:

مَا لِي لَمْ أَرَ مِيكَائِيلَ ضَاحِكًا قَطُّ؟

“Kenapa aku tidak pernah melihat Mikail tertawa sama sekali?”

Jibril menjawab:

مَا ضَحِكَ مِيكَائِيلُ مُنْذُ خُلِقَتِ النَّارُ

“Mikail tidak pernah tertawa sejak diciptakan neraka.” (HR. Ahmad)

Ya, kedahsyatan neraka membuat Mikail tidak bisa tertawa.

Kalau seseorang pernah melihat isi neraka, tentu ia tidak akan banyak tertawa. Bahkan, bisa jadi tidak lagi bisa tertawa. Ia akan lebih banyak cemas.

Ya, cemas akan nasibnya di akhirat, bukan nasibnya di dunia. Sebab, separah apa pun kesulitan di dunia, tidak akan separah kesulitan di akhirat. Dan seperih apa pun penderitaan di dunia, tidak akan seperih penderitaan di akhirat.

Imam Ibnu Baththal berkata:

لا ينبغى للمؤمن أن يكون مهمومًا بشىء من أمور الدنيا، فإن الله تعالى قد قدّر الأمور فأحكمها وقدّر الأرزاق

“Tidak sepantasnya seorang mukmin gundah karena suatu urusan dunia. Karena sesungguhnya Allah telah menetapkan segala urusan, membaguskannya, dan menetapkan rezekinya.” (Syarh Shahih Al-Bukhari)

Kalau memang segala sesuatu telah Allah tetapkan, maka apakah berguna bagi kita kecemasan dan kegundahan?

Imam Ibnu Baththal berkata:

فلا يجلب الهم للعبد فى الدنيا خيرًا، ولا يأتيه بما لم يقدر له، وفى طول الهم قلة رضًا بقدر الله وسخطه على ربّه

“Karena itu, kegundahan tidak akan membawa kebaikan bagi seorang hamba dan tidak bisa mendatangkan kepadanya apa yang tidak ditakdirkan untuknya.  Memperpanjang kegundahan merupakan sikap kurang rida terhadap takdir Allah dan kemurkaan kepada Tuhannya.” (Syarh Shahih Al-Bukhari)

Karena itu, untuk apa terus resah dan gundah karena urusan dunia?

Imam Ibnu Baththal berkata:

ومن آمن بالقدر فلا ينبغى له أن يهتم على شىء فاته من الدنيا ولا يتهم، ربّه ففيما قضى له الخيرة، وإنما ينبغى للعبد الاهتمام بأمر الآخرة ويفكر فى معاده وعرضه على ربه، وكيف ينجو من سؤاله عن الفتيل والقطمير ولذلك قال (صلى الله عليه وسلم) :

“Siapa yang beriman kepada takdir, maka tidak pantas ia memiliki perhatian terhadap dunia yang luput darinya dan jangan sampai ia menuduh yang bukan-bukan terhadap Tuhannya. Ada kebaikan dalam apa yang Allah tetapkan baginya. Yang sepantasnya bagi seorang hamba adalah mempunyai perhatian terhadap urusan akhirat dan berpikir tentang tempat kembalinya, bagaimana ia akan dihadapkan kepada Tuhannya, dan bagaimana ia akan selamat dari pertanyaan tentang sesuatu yang detail. Karena itu Rasulullah ﷺ bersabda:

لو تعلمون ما أعلم لضحكتم قليلاً ولبكيتم كثيرًا

“Seandainya kalian mengetahui apa yang kuketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis.”

فهاهنا يحسن الهم والبكاء

Di sinilah dianjurkan gundah dan menangis.” (Syarh Shahih Al-Bukhari)

Ya, dianjurkan gundah dan menangis karena memikirkan perkara akhirat, bukan karena memikirkan perkara dunia yang fana.

Yang benar-benar perlu kita perhatikan adalah akhirat, bukan dunia yang sesaat.

Yang sebenarnya perlu kita pikirkan adalah kesudahan hidup kita, bukan permulaan hidup kita.

 

Siberut, 16 Jumada Al-Ulaa 1445

Abu Yahya Adiya