Api besar ada di depan matanya. Mereka memegangnya lalu menyeretnya ke arah kobaran api yang telah menantinya. Apa reaksinya?
Meluncurlah dari lisannya:
حسْبي اللَّهُ وَنِعمَ الْوَكِيلُ
“Cukuplah Allah bagiku dan Dialah sebaik-baik penolongku.”
Itulah akhir ucapan Nabi Ibrahim ﷺ tatkala kaumnya hendak melemparkannya ke dalam lautan api yang menyala-nyala.
Ibnu ‘Abbas berkata:
كَانَ آخِرَ قَوْل إبْراهِيمَ ﷺ حِينَ ألْقِي في النَّار
“Akhir ucapan Ibrahim ﷺ tatkala dilempar ke api yaitu:
حسْبي اللَّهُ وَنِعمَ الْوَكِيلُ
“Cukuplah Allah bagiku dan Dialah sebaik-baik penolongku.” (HR. Bukhari)
Lihatlah, beliau ﷺ tidak berputus asa dan berburuk sangka.
Beliau ﷺ yakin kalau Allah tidak meninggalkannya dan menelantarkannya. Beliau bertawakal kepada-Nya!
Lantas apa hasilnya?
قُلْنَا يَا نَارُ كُونِي بَرْدًا وَسَلامًا عَلَى إِبْرَاهِيمَ
“Kami berfirman: ‘Hai api, jadi dinginlah engkau, dan jadilah keselamatan bagi Ibrahim!” (QS. Al-Anbiya’: 69)
Allahu Akbar!
Api pun jadi dingin, sehingga tidak terbakarlah beliau!
“Siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Dialah yang mencukupinya.” (QS. Ath-Thalaq : 3)
Terancam di dalam Gua
Suatu hari Nabi ﷺ berhasil lolos dari pengepungan orang-orang yang hendak membunuhnya. Lalu beliau ﷺ pergi bersama Abu Bakar Ash-Shiddiq menuju Madinah.
Kaum Quraisy tidak membiarkan Nabi ﷺ dan Abu Bakar pergi begitu saja. Mereka mengirim para penunggang kuda dan pejalan kaki untuk mengejar, menangkap, dan membawa keduanya kembali ke kota Mekah, baik dalam keadaan hidup maupun mati.
Sampailah Nabi ﷺ dan Abu Bakar di sebuah gua yang namanya Tsur. Masuklah keduanya ke dalam gua, lalu bersembunyi di situ.
Tak dinyana, para pencari suruhan kaum Quraisy sampai pula ke pintu gua.
Selangkah lagi mereka akan menemukan dua orang yang selama ini mereka cari.
Cukup dengan menengok isi gua, mereka sudah bisa melihat dua orang yang selama ini mereka buru.
Abu Bakar Ash-Shiddiq berkata:
نظرتُ إِلَى أقْدَامِ المُشْرِكِينَ ونَحنُ في الْغَارِ وهُمْ علَى رُؤُوسِنا فقلتُ:
“Ketika kami sedang di dalam gua, aku lihat kaki-kaki orang-orang musyrik ada di di atas kepala kami. Aku pun berkata:
يَا رسولَ اللَّهِ لَوْ أَنَّ أحَدَهمْ نَظرَ تَحتَ قَدميْهِ لأبصرَنا :
“Ya Rasulullah, seandainya seorang dari mereka melihat ke bawah kakinya, tentu ia akan melihat kita.”
Beliau ﷺ bersabda:
مَا ظَنُّك يَا أَبا بكرٍ باثْنْينِ اللَّهُ ثالثُِهْما
“Wahai Abu Bakar, apa pendapatmu tentang dua orang sedangkan Allah lah yang ketiganya?” (HR. Bukhari dan Muslim)
Artinya, kita tidak cuma berdua. Allah selalu bersama kita. Dia akan menolong dan menyelamatkan kita dari bahaya!
Itulah yang namanya bergantung kepada Allah. Itulah yang namanya tawakal kepada Allah!
Lantas apa hasilnya?
Mereka tidak mendapati Nabi ﷺ dan Abu Bakar Ash-Shiddiq. Padahal, keduanya sudah di depan mata mereka!
Mereka tidak menemukan keduanya. Padahal, keduanya ada di bawah mereka!
Allah halangi pandangan mereka!
Allahu Akbar!
“Siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Dialah yang mencukupinya.” (QS. Ath-Thalaq : 3)
Hakekat dari Tawakal
Tawakal adalah ibadah yang agung dan mulia. Dan itu hanya boleh ditujukan kepada Allah semata. Sebab, Dialah yang mampu melakukan segala sesuatu dan Maha Kuasa.
Karena itu, mukmin sejati tidak bergantung pada manusia, sehebat apa pun ia, dan semulia apa pun kedudukannya.
Dan ia juga tidak bergantung pada harta, jabatan, dan kecerdasannya.
Ia hanya bergantung kepada Tuhan Yang Maha Kuasa dan Maha Perkasa, yaitu Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Allah Ta’ala berfirman:
وعلى الله فتوكلوا إن كنتم مؤمنين.
“Dan hanya kepada Allah-lah hendaknya kalian bertawakal, jika kalian orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Maidah : 23)
Dan seseorang tidak dikatakan bertawakal kepada Allah kalau ia tidak memercayakan segala urusannya kepada Allah. Baik itu menyangkut rezekinya, kesehatannya, maupun hidup dan matinya.
Al-Hasan Al-Bashri berkata:
إِنَّ مِنْ تَوَكُّلِ الْعَبْدِ أَنْ يَكُونَ اللَّهُ هُوَ ثِقَتَهُ
“Sesungguhnya di antara bentuk tawakal seorang hamba yaitu menjadikan Allah sebagai kepercayaannya.” (At-Tawakkul ‘Ala Allah)
Artinya, ia percaya dengan sepenuh hati bahwa Allah lah yang mengurus seluruh urusannya.
Ia percaya bahwa Allah yang memberikan kesehatan kepadanya. Adapun dokter, itu hanya sebagai perantara.
Ia percaya bahwa Allah yang memberikan rezeki kepadanya. Adapun teman, jabatan, dan harta, itu hanya sebagai perantara.
Ia percaya bahwa Allah lah yang menentukan masa depannya. Makanya, untuk apa gelisah menghadapi masa depan?
Ketika seseorang gelisah akan masa depannya….
Resah akan apa yang akan ia makan esok hari….
Cemas akan penghasilannya di kemudian hari….
Berarti ia orang yang kurang bertawakal kepada Allah. Rendah tawakalnya kepada Allah.
Sufyan bin ‘Uyainah berkata:
فِكْرُكَ فِي رِزْقِ غَدٍ يَكْتُبُ عَلَيْكَ خَطِيْئَة
“Pikiranmu tentang rezeki esok hari dicatat sebagai kesalahanmu.” (Siyar A’lam An-Nubala)
Tidak Ada Emas yang Turun dari Langit
Seseorang datang kepada Rasulullah ﷺ dengan menunggang unta lalu bertanya:
يَا رَسُولَ اللَّهِ أَعْقِلُهَا وَأَتَوَكَّلُ، أَوْ أُطْلِقُهَا وَأَتَوَكَّلُ؟
“Wahai Rasulullah, apakah kuikat dulu unta ini dan bertawakal kepada Allah? Atau kubiarkan ia tidak terikat dan bertawakal kepada Allah?”
Rasulullah ﷺ bersabda:
«اعْقِلْهَا وَتَوَكَّلْ»
“Ikat dulu unta itu dan bertawakallah kepada Allah!” (HR. Tirmidzi)
Artinya, berusaha dulu supaya untamu tidak lepas, yaitu dengan diikat. Kalau sudah diikat, barulah serahkan urusan untamu kepada Allah. Bertawakallah kepada-Nya.
Suatu hari ‘Umar bin Al-Khaththab mengusir seorang pemuda dari mesjid. Pemuda itu tidak mau bekerja dengan alasan tawakal kepada Allah.
Umar membentaknya dengan berkata:
أن السماء لا تمطر ذهباً ولا فضة
“Sesungguhnya langit tidak menurunkan hujan berupa emas dan perak!” (Ihya ‘Uluum Ad-Diin)
Ya, emas dan perak tidak akan turun dari langit.
Allah tidak akan memberikan harta dan rezeki kepada kita dengan begitu saja. Perlu usaha. Perlu bekerja.
Karena itu, seorang muslim harus berusaha menjemput rezeki yang Allah sediakan. Tidak cuma berpangku tangan. Tidak hanya duduk dan berangan-angan.
“Dialah Yang menjadikan bumi mudah untuk kalian jelajahi, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kalian dibangkitkan.” (QS. Al-Mulk: 15)
Ya, berjalanlah. Artinya, berusahalah dan berikhtiarlah dengan menjalankan berbagai usaha, setelah itu serahkan hasilnya kepada-Nya. Bertawakallah kepada-Nya. Niscaya Dia tak akan menyia-nyiakan tawakal hamba-Nya.
Nabi ﷺ bersabda:
لَوْ أنَّكم تتوكَّلونَ عَلَى اللَّهِ حقَّ تَوكُّلِهِ لرزَقكُم كَما يرزُقُ الطَّيْرَ، تَغْدُو خِماصاً وترُوحُ بِطَاناً
“Seandainya kalian benar-benar bertawakal kepada Allah, niscaya Dia memberi rezeki kepada kalian, sebagaimana Dia memberi rezeki kepada burung. Ia berangkat di pagi hari dalam keadaan perut kosong dan pulang di sore hari dalam keadaan perutnya telah penuh dengan makanan.” (HR. Tirmidzi)
Siberut, 29 Syawwal 1441
Abu Yahya Adiya






