Ketika sudah di penghujung hidupnya, Nabi ﷺ menutupkan kain ke mukanya.
Ketika nafasnya terasa sesak, beliau singkap kembali kain itu. Ketika itulah beliau berkata:
لَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى اليَهُودِ وَالنَّصَارَى، اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ
“Laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang Yahudi dan Nashrani, mereka menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai tempat peribadatan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Itulah perkataan yang keluar dari lisan nabi kita ﷺ di penghujung hidupnya.
Kenapa beliau ﷺ sampai mengucapkan perkataan itu di akhir hayatnya?
Imam An-Nawawi berkata:
قَالَ الْعُلَمَاءُ إِنَّمَا نَهَى النَّبِيُّ ﷺ عَنِ اتِّخَاذِ قَبْرِهِ وَقَبْرِ غَيْرِهِ مَسْجِدًا خَوْفًا مِنَ الْمُبَالَغَةِ فِي تَعْظِيمِهِ وَالِافْتِتَانِ بِهِ فَرُبَّمَا أَدَّى ذَلِكَ إِلَى الْكُفْرِ كَمَا جَرَى لِكَثِيرٍ مِنَ الْأُمَمِ الْخَالِيَةِ
“Para ulama berkata bahwa Nabi ﷺ melarang menjadikan kubur beliau dan kubur selain beliau sebagai tempat ibadah karena khawatir sikap berlebihan dalam mengagungkannya dan teperdaya olehnya sehingga bisa jadi yang demikian itu mengantarkan pada kekafiran sebagaimana yang sudah terjadi pada banyak umat terdahulu.” (Syarh Shahih Muslim)
Lihatlah, karena khawatir sikap berlebihan dalam mengagungkannya!
Seperti apa contoh sikap berlebihan dalam mengagungkan kubur?
Imam An-Nawawi berkata:
لَا يَجُوزُ أَنْ يُطَافَ بِقَبْرِهِ ﷺ وَيُكْرَهُ إلْصَاقُ الظُّهْرِ وَالْبَطْنِ بِجِدَارِ الْقَبْرِ
“Tidak boleh tawaf di kubur beliau ﷺ dan dibenci menempelkan punggung dan perut ke dinding kuburan itu.
قَالَهُ أَبُو عُبَيْدِ اللَّهِ الْحَلِيمِيُّ وَغَيْرُهُ
Itulah yang telah dikatakan oleh Abu ‘Ubaidillah Al-Haliimiy dan selainnya.
قَالُوا وَيُكْرَهُ مَسْحُهُ بِالْيَدِ وَتَقْبِيلُهُ بَلْ الْأَدَبُ أَنْ يَبْعُدَ مِنْهُ كَمَا يَبْعُدُ مِنْهُ لَوْ حَضَرَهُ فِي حَيَاتِهِ ﷺ
Mereka berkata bahwasanya dibenci mengusap kubur beliau dengan tangan dan menciumnya. Bahkan adab yang seharusnya yaitu menjauh dari kubur beliau sebagaimana menjauh dari beliau kalau ada di masa hidup beliau ﷺ.
هَذَا هُوَ الصَّوَابُ الَّذِي قَالَهُ الْعُلَمَاءُ وَأَطْبَقُوا عَلَيْهِ
Inilah kebenaran yang telah diucapkan para ulama dan disepakati mereka.” (Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzab)
Mengusap kubur, menempelkan diri padanya, dan menciumnya. Itu semua termasuk sikap berlebihan dalam mengagungkan kubur. Itu semua sikap tercela, walaupun banyak orang awam yang melakukannya.
Imam An-Nawawi melanjutkan perkataan tadi:
وَلَا يُغْتَرُّ بِمُخَالَفَةِ كَثِيرِينَ مِنْ الْعَوَامّ وَفِعْلِهِمْ ذَلِكَ. فَإِنَّ الِاقْتِدَاءَ وَالْعَمَلَ إنَّمَا يَكُونُ بِالْأَحَادِيثِ الصَّحِيحَةِ وَأَقْوَالِ الْعُلَمَاءِ
“Dan jangan sampai tertipu oleh penyelisihan banyak orang awam dan perbuatan yang mereka lakukan, karena sesungguhnya panutan dan beramal itu hanyalah dengan hadis-hadis sahih dan perkataan para ulama.
وَلَا يُلْتَفَتُ إلَى مُحْدَثَاتِ الْعَوَامّ وَغَيْرِهِمْ وَجَهَالَاتِهِمْ
Tidak perlu ditengok perkara baru dan kebodohan yang dilakukan oleh orang-orang awam dan selain mereka.
وَقَدْ ثَبَتَ فِي الصَّحِيحَيْنِ عَنْ عَائِشَةُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ قَالَ
Sungguh, telah tetap dalam Shahih Bukhari dan Muslim dari ‘Aisyah-semoga Allah meridainya-bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
مَنْ أَحْدَثَ فِي دِينِنَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Siapa yang membuat perkara baru dalam agama kami apa yang bukan termasuk darinya, maka itu tertolak.”
وَفِي رِوَايَةٍ لِمُسْلِمٍ
Dan dalam riwayat Muslim:
مَنْ عَمِلَ عملا ليس عليه عملنا فَهُوَ رَدٌّ
“Siapa yang melakukan amalan yang tidak ada perintahnya dari kami, maka itu tertolak.”
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
Dan dari Abu Hurairah-semoga Allah meridainya-, ia berkata:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ
“Rasulullah ﷺ bersabda:
(لَا تجعلوا قبري عبدا وصلوا علي فان صلاتكم تبلغني حيث ما كُنْتُمْ) رَوَاهُ أَبُو دَاوُد بِإِسْنَادٍ صَحِيحٍ
“Jangan kalian jadikan kuburku sebagai tempat perayaan, dan ucapkanlah salawat untukku, karena salawat kalian akan sampai kepadaku di mana saja kalian berada.” (HR. Abu Daud dengan sanad yang sahih)
وَقَالَ الفضل ابن عِيَاضٍ رَحِمَهُ اللَّهُ مَا مَعْنَاهُ
Dan Al-Fudhail bin ‘Iyadh-semoga Allah merahmatinya-berkata yang maknanya:
اتَّبِعْ طُرُقَ الْهُدَى وَلَا يَضُرُّك قِلَّةُ السَّالِكِينَ وَإِيَّاكَ وَطُرُقَ الضَّلَالَةِ وَلَا تَغْتَرَّ بِكَثْرَةِ الْهَالِكِينَ
“Ikutilah jalan petunjuk dan tidak membahayakanmu sedikitnya orang yang menempuhnya. Hati-hatilah dari jalan kesesatan dan jangan engkau tertipu oleh banyaknya orang yang binasa (karena menempuhnya).” (Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzab)
Demi mendapatkan berkah, banyak orang awam yang mengusap dan mencium kubur.
Namun, apakah berkah bisa diraih dengan sikap berlebihan terhadap kubur?
Imam An-Nawawi melanjutkan perkataan tadi:
وَمَنْ خَطَرَ بِبَالِهِ أَنَّ الْمَسْحَ بِالْيَدِ وَنَحْوَهُ أَبْلَغُ فِي الْبَرَكَةِ فَهُوَ مِنْ جَهَالَتِهِ وَغَفْلَتِهِ لِأَنَّ الْبَرَكَةَ إنما هي فيما وافق الشرع وكيف ينبغي الْفَضْلُ فِي مُخَالَفَةِ الصَّوَابِ
“Siapa yang terbetik di benaknya bahwa mengusap kubur dengan tangan dan semacamnya adalah lebih mendatangkan berkah, maka yang demikian itu termasuk kebodohannya dan kelalaiannya. Sebab, keberkahan itu hanyalah dalam perkara yang sesuai dengan syariat. Bagaimana mungkin keutamaan diraih dengan perbuatan yang menyalahi kebenaran?!” (Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzab)
Siberut, 19 Dzulhijjah 1445
Abu Yahya Adiya






