Kekuatan orang-orang muslim harus digerogoti, tanpa mereka sadari. Itulah tekad orang-orang munafik di Madinah.
Karena itulah, mereka menyusun siasat untuk mewujudkan itu dengan membangun sebuah mesjid yang letaknya berdekatan dengan masjid Quba.
Mereka bangun masjid sebagai kedok untuk menutupi rencana jahat mereka.
Setelah bangunan masjid jadi, mereka meminta Rasulullah ﷺ untuk melaksanakan salat di situ, sebagai bentuk peresmian terhadap masjid itu dan agar kaum muslimin tidak curiga bahwa masjid itu hanyalah kedok untuk menjalankan aksi buruk mereka.
Mereka berkata:
يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّا قَدْ بَنَيْنَا مَسْجِدًا لِذِي الْعِلَّةِ وَالْحَاجَةِ، وَاللَّيْلَةِ الْمَطِيرَةِ، وَاللَّيْلَةِ الشَّاتِيَةِ، وَإِنَّا نُحِبُّ أَنْ تَأْتِيَنَا فَتُصِلِّيَ لَنَا فِيهِ
“Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami telah membangun mesjid untuk orang-orang yang uzur dan miskin di saat malam yang hujan dan dingin. Dan sesungguhnya kami ingin engkau datang ke masjid kami itu dan melaksanakan salat di dalamnya.”
Ketika itu Rasulullah ﷺ hendak menuju Tabuk dalam rangka berperang melawan Romawi. Beliau ﷺ menjawab:
إِنَّا عَلَى سَفَرٍ، وَلَكِنْ إِذَا رَجَعْنَا إِنْ شَاءَ اللَّهُ
“Kami akan pergi. Kalau kami telah kembali insya Allah.”
Lantas, apa yang beliau lakukan setelah pulang dari perang di Tabuk?
Apakah beliau akan melaksanakan salat di masjid itu?
Allah menurunkan firman-Nya:
وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مَسْجِدًا ضِرَارًا وَكُفْرًا وَتَفْرِيقًا بَيْنَ الْمُؤْمِنِينَ وَإِرْصَادًا لِمَنْ حَارَبَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ مِنْ قَبْلُ وَلَيَحْلِفُنَّ إِنْ أَرَدْنَا إِلا الْحُسْنَى وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ
“Dan ada orang-orang yang mendirikan masjid untuk membahayakan, untuk kekafiran dan untuk memecah belah orang-orang yang beriman serta untuk menunggu kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu. Mereka dengan pasti bersumpah, ‘Kami hanya menghendaki kebaikan.’ Dan Allah menjadi saksi bahwa sesungguhnya mereka itu pendusta.” (QS. At-Taubah: 107)
Allah membongkar tujuan mereka yang sesungguhnya, yaitu:
untuk membahayakan yaitu orang-orang yang beriman. Ini tujuan pertama mereka membangun mesjid itu.
untuk kekafiran yaitu untuk menyebarkan kekafiran. Ini tujuan kedua mereka membangun mesjid itu.
untuk memecah belah orang-orang yang beriman yaitu yang ada di Madinah. Ini tujuan ketiga mereka membangun mesjid itu.
Sebab, kaum muslimin di Madinah ketika itu sudah melaksanakan salat di masjid Quba.
Dengan dibangun masjid lain yang dekat dengan masjid Quba, secara tidak langsung akan mengotak-otak kaum muslimin. Akan ada yang melaksanakan salat di masjid Quba dan ada yang melaksanakan salat di masjid itu. Itu akan memecah belah persatuan kaum muslimin.
untuk menunggu kedatangan orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu yaitu Abu Amir dan tentara-tentara Romawi yang akan memerangi kaum muslimin. Ini tujuan keempat mereka membangun mesjid itu.
Itulah tujuan mereka yang sebenarnya membangun masjid itu. Tujuan yang sangat buruk dan jahat. Namun, dengan liciknya mereka berkata: “Kami hanya menghendaki kebaikan.”
Lalu Allah berfirman:
لا تَقُمْ فِيهِ أَبَدًا لَمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَى مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَنْ تَقُومَ فِيهِ فِيهِ رِجَالٌ يُحِبُّونَ أَنْ يَتَطَهَّرُوا وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُطَّهِّرِينَ
“Jangan engkau melaksanakan salat dalam masjid itu selama-lamanya. Sungguh, masjid yang didirikan atas dasar takwa sejak hari pertama adalah lebih pantas engkau melaksanakan salat di dalamnya. Di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih.” (QS. At-Taubah: 108)
Jangan engkau melaksanakan salat dalam masjid itu selama-lamanya ini adalah larangan kepada Rasulullah ﷺ dan umatnya untuk tidak melaksanakan salat di masjid itu.
Makanya, seusai perang Tabuk, Rasulullah ﷺ tidak melaksanakan salat di masjid itu. Bahkan, beliau ﷺ menyuruh para sahabatnya untuk menghancurkan masjid itu. Mesjid itu pun dibakar sehingga tidak tersisa sedikit pun barang padanya.
Ayat ini menunjukkan terlarangnya melakukan ibadah di masjid yang dibangun dengan tujuan bermaksiat kepada Allah.
Nah, kalau salat di tempat seperti itu terlarang, maka begitu pula menyembelih binatang di tempat yang digunakan untuk bermaksiat kepada Allah, itu pun terlarang.
Ada seseorang yang hendak bernazar menyembelih unta di Buwanah. Sebelum mewujudkan itu, ia mendatangi Nabi ﷺ dan bertanya:
إِنِّي نَذَرْتُ أَنْ أَنْحَرَ إِبِلًا بِبُوَانَةَ
“Sesungguhnya aku bernazar akan menyembelih unta di Buwanah.”
Maka Nabi ﷺ bersabda:
هَلْ كَانَ فِيهَا وَثَنٌ مِنْ أَوْثَانِ الْجَاهِلِيَّةِ يُعْبَدُ؟
“Apakah di tempat itu ada berhala-berhala yang pernah disembah oleh orang-orang di zaman jahiliah?”
Orang-orang menjawab:
لَا
“Tidak ada.”
Beliau bertanya lagi:
هَلْ كَانَ فِيهَا عِيدٌ مِنْ أَعْيَادِهِمْ؟
“Apakah di tempat itu pernah dirayakan hari raya mereka?”
Mereka menjawab:
لَا
“Tidak pernah.”
Nabi ﷺ pun menjawab:
أَوْفِ بِنَذْرِكَ، فَإِنَّهُ لَا وَفَاءَ لِنَذْرٍ فِي مَعْصِيَةِ اللَّهِ، وَلَا فِيمَا لَا يَمْلِكُ ابْنُ آدَمَ
“Laksanakan nazarmu itu, karena tidak ada nazar dalam kemaksiatan kepada Allah, dan tidak ada nazar dalam hal yang tidak dimiliki oleh seseorang.” (HR. Abu Daud)
Hadis ini menunjukkan terlarangnya menyembelih hewan di tempat yang pernah ada penyembahan terhadap berhala dan juga tempat yang pernah ada perayaan orang-orang musyrik, walaupun itu sudah tiada.
Maka, jangan menyembelih hewan di tempat orang-orang musyrik menyembelih hewan untuk selain Allah!
Mengapa demikian? Sebab….
- Itu akan mengantarkan pada penyerupaan terhadap orang-orang musyrik. Bukankah kita dilarang menyerupai orang-orang musyrik?
- Itu akan mengecoh orang awam. Sebab, mereka akan menyangka bahwa perbuatan itu boleh kalau melihat kita melakukan itu.
- Orang-orang musyrik makin merasa benar jika menyaksikan ada orang yang melakukan perbuatan mirip seperti yang mereka lakukan.
Siberut, 26 Dzulhijjah 1441
Abu Yahya Adiya






