Siapa Yang Diperbolehkan Mengakhirkan Salat?

Kalau Allah sudah menentukan waktu suatu ibadah, bolehkah kita melanggarnya?

Bolehkah kita melaksanakannya sebelum masuk waktunya?

Dan bolehkah kita melaksanakannya setelah lewat waktunya?

Tentu saja tidak. Maka begitulah salat.

Allah berfirman:

إِنَّ الصَّلاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا

“Sesungguhnya salat itu adalah kewajiban yang telah ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nisa: 103)

Ya, salat itu adalah kewajiban yang telah ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. Karena itu…

 

Bolehkah Salat Sebelum dan Setelah Lewat Waktunya?

Tidak sah melaksanakan salat sebelum masuk waktunya, dan tidak sah pula melaksanakannya setelah lewat waktunya tanpa uzur.

Al-‘Allamah Shiddiq Hasan Khan berkata:

والمقصود أن الله افترض على عباده الصلوات وكتبها عليهم في أوقاتها المحدودة

“Maksud ayat ini bahwa Allah mewajibkan hamba-hamba-Nya untuk melaksanakan salat lima waktu dan Dia mengharuskan mereka melakukan itu pada waktu yang sudah ditentukan.

لا يجوز لأحد أن يأتي بها في غير ذلك الوقت إلا لعذر شرعي من نوم أو سهو أو نحوهما

Tidak boleh seorang pun melaksanakannya pada selain waktu itu kecuali karena uzur yang diizinkan dalam syariat seperti tertidur, lupa, dan semacamnya.” (Fath Al-Bayan Fi Maqashid Al-Quran)

Salat itu adalah kewajiban yang telah ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. Karena itu…

 

Apa Hukum Mengakhirkan Salat dengan Sengaja Sampai Keluar Waktunya?

Siapa yang mengakhirkan salat dengan sengaja sampai keluar waktunya, maka ia sudah melakukan dosa yang sangat besar.

Allah berfirman:

فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلاتِهِمْ سَاهُونَ

“Maka celakalah orang-orang yang salat, (yaitu) orang-orang yang lalai terhadap salat mereka.” (QS. Al-Ma’uun: 4-5)

Apa yang dimaksud dengan orang-orang yang lalai terhadap salat mereka?

Imam Al-Mahalli menjelaskan:

غَافِلُونَ يُؤَخِّرُونَهَا عن وقتها

“Yaitu orang-orang yang lalai dengan mengakhirkan salat dari waktunya.” (Tafsir Jalalain)

Imam Ibnu Hajar Al-Haitami berkata:

الْكَبِيرَةُ السَّابِعَةُ وَالسَّبْعُونَ: تَعَمُّدُ تَأْخِيرِ الصَّلَاةِ عَنْ وَقْتِهَا أَوْ تَقْدِيمِهَا عَلَيْهِ مِنْ غَيْرِ عُذْرٍ كَسَفَرٍ أَوْ مَرَضٍ عَلَى الْقَوْلِ بِجَوَازِ الْجَمْعِ بِهِ

“Dosa besar yang ke 77 yaitu sengaja mengakhirkan salat dari waktunya atau melakukannya sebelum waktunya tanpa uzur seperti safar atau sakit menurut pendapat yang membolehkan menjamak salat karena itu.” (Az-Zawajir ‘An Iqtiraf Al-Kabair)

Salat itu adalah kewajiban yang telah ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. Karena itu…

 

Bagaimana dengan Orang Yang Bertayamum, Tidak bisa Wudu dan Salat dengan Sempurna?

Siapa yang bertayamum atau tidak bisa melaksanakan wudu secara sempurna, maka ia tetap harus melaksanakan salat pada waktunya dan tidak boleh mengakhirkannya hingga keluar waktunya.

Begitu pula orang yang tidak bisa melaksanakan rukun salat dengan sempurna, seperti orang yang terikat, maka hendaknya ia melaksanakan salat pada waktunya dan tidak boleh mengakhirkannya hingga keluar waktunya.

Mengapa demikian?

Sebab, aturan Allah dalam surat An-Nisa ayat 103 tadi adalah umum. Berlaku bagi siapa pun. Termasuk orang yang bertayamum, dan orang yang tidak bisa melaksanakan wudu dan rukun salat dengan sempurna.

Imam Asy-Syaukani berkata:

ولم يأت ما يدل على أنهم خارجون عنها وأن صلاتهم لاتجزئ إلا في آخر الوقت

“Dan tidak ada dalil yang menunjukkan bahwa mereka tidak termasuk yang dikehendaki oleh ayat itu, dan bahwa salat mereka hanya sah di akhir waktu.

ولم يعول من أوجب التأخير على شيء تقوم به الحجة بل ليس بيده إلا مجرد الرأي البحت

Dan orang yang mewajibkan mereka untuk mengakhirkan salat tidak bersadandar kepada sesuatu yang bisa dijadikan hujah, melainkan semata-mata pendapat pribadi.” (Ad-Darari Al-Mudhiyyah Syarh Ad-Durar Al-Bahiyyah)

Kalau memang surat An-Nisa ayat 103 itu berlaku juga bagi orang yang bertayamum, dan orang yang tidak bisa melaksanakan wudu dan rukun salat dengan sempurna, maka apa yang harus mereka lakukan?

Syekhul Islam Ibnu Taimiyah:

بَلْ عَلَى الْعَبْدِ أَنْ يُصَلِّيَ فِي الْوَقْتِ بِحَسَبِ الْإِمْكَانِ وَمَا عَجَزَ عَنْهُ مِنْ وَاجِبَاتِ الصَّلَاةِ سَقَطَ عَنْهُ.

“Bahkan, seharusnya seorang hamba melaksanakan salat pada waktunya semampunya. Adapun kewajiban-kewajiban salat yang tidak ia sanggupi, maka itu telah gugur darinya.” (Majmu’ Al-Fatawa)

Salat itu adalah kewajiban yang telah ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. Karena itu…

 

Jika Tidak Sanggup Melaksanakan Salat di Awal Waktu?

Siapa yang tidak sanggup melaksanakan salat pada awal waktunya, maka ia harus melaksanakannya pada pertengahan waktu atau akhir waktunya.

Jika seseorang baru balig, baru masuk Islam, baru sadar dari kegilaan dan pingsan, dan baru suci dari haid dan nifas di akhir waktu, dan masih tersisa waktu untuk melaksanakan 1 rakaat salat, maka ia wajib melaksanakan salat itu.

Imam An-Nawawi berkata:

إذَا زَالَ الصِّبَا أَوْ الْكُفْرُ أَوْ الْجُنُونُ أَوْ الْإِغْمَاءُ أَوْ الْحَيْضُ أَوْ النِّفَاسُ فِي آخِرِ الْوَقْتِ فَإِنْ بَقِيَ مِنْ الْوَقْتِ قَدْرُ رَكْعَةٍ لَزِمَتْهُ تِلْكَ الصَّلَاةُ بِلَا خِلَافٍ

“Jika telah hilang masa kanak-kanak, kekafiran, kegilaan, pingsan, haid atau nifas di akhir waktu, maka, kalau tersisa waktu seukuran 1 rakaat salat, berarti ia wajib melaksanakan salat itu, tanpa ada perbedaan pendapat di antara ulama.” (Al-Majmu Syarh Al-Muhadzdzab)

Yang demikian itu berdasarkan sabda Nabi ﷺ:

من أدرك ركعة من العصر قبل أن تغرب الشمس فقد أدرك العصر

“Siapa yang mendapatkan satu rakaat salat Asar sebelum tenggelamnya matahari, maka ia sudah mendapatkan salat Asar.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dan sabda Nabi ﷺ:

مَنْ أَدْرَكَ رَكْعَةً مِنَ الصَّلاَةِ، فَقَدْ أَدْرَكَ الصَّلاَةَ

“Siapa yang mendapatkan satu rakaat salat, maka ia sudah mendapatkan salat.”  (HR. Bukhari dan Muslim)

 

Siberut, 21 Rabi’ul Awwal 1442

Abu Yahya Adiya

 

Sumber:

  1. Fath Al-Bayan Fi Maqashid Al-Quran karya Al-Allamah Shiddiq Hasan Khan.
  2. Tafsir Jalalain karya Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan As-Suyuthi.
  3. Az-Zawajir ‘An Iqtiraf Al-Kabair karya Imam Ibnu Hajar Al-Haitami.
  4. Ad-Darari Al-Mudhiyyah Syarh Ad-Durar Al-Bahiyyah karya Imam Asy-Syaukani.
  5. Al-Majmu Syarh Al-Muhadzdzab karya Imam An-Nawawi.
  6. Majmu Al-Fatawa karya Syekhul Islam Ibnu Taimiyah.