Suatu hari Syekh Muhammad bin Jamil Zainu pernah bersama beberapa tokoh Sufi di suatu masjid kampung. Mereka sama-sama mempelajari Al-Quran setelah Subuh. Dan mereka semua termasuk penghafal Al-Quran.
Ketika itu mereka melewati firman Allah:
قُلْ لا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ الْغَيْبَ إِلا اللَّهُ
“Katakanlah: ‘Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang gaib, kecuali Allah.” (QS. An-Naml: 65)
Syekh Muhammad bin Jamil Zainu berkata kepada tokoh-tokoh Sufi itu:
إن هذه الآية دليل واضح على أنه لا يعمل الغيب أحد إلا الله
“Sesungguhnya ayat ini adalah dalil jelas yang menunjukkan bahwa tidak ada yang mengetahui perkara gaib kecuali Allah.”
Namun tokoh-tokoh Sufi itu menghampiri Syekh dan berkata:
الأولياء يعلمون الغيب!!
“Para wali tahu perkara gaib!!”
Syekh Muhammad bin Jamil Zainu berkata kepada mereka:
ما هو دليلكم؟
“Apa dalil kalian?”
Mulailah masing-masing mereka menceritakan cerita yang mereka dengar dari sebagian orang bahwa wali fulan mengabarkan perkara-perkara gaib!
Syekh Muhammad bin Jamil Zainu pun berkata kepada mereka:
هذه القصص قد تكون كاذبة وليست دليلا, ولا سيما وأنها تعارض القرآن, فكيف تأخذون بها, وتتركون القرآن؟!!
“Cerita-cerita ini bisa jadi dusta dan bukanlah dalil. Apalagi itu bertentangan dengan Al-Quran. Maka, bagaimana bisa kalian berdalil dengan cerita-cerita itu dan meninggalkan Al-Quran?!!”
Lalu apa reaksi mereka setelah mendengar perkataan Syekh ini?
Syekh Muhammad bin Jamil Zainu bercerita:
ولكنهم لم يقتنعوا وبدأ بعضهم يصيح وأخذه الغضب, ولم أجد واحدا منهم أخذ بالآية, بل اتفقوا جميعا على الباطل ودليلهم قصص خرافية تناقلوها ليس لها أصل
“Namun mereka tidak menerima penjelasanku dan sebagian mereka mulai berteriak dan marah. Dan aku tidak mendapati seorang pun di antara mereka yang berdalil dengan ayat tadi. Bahkan, mereka semua sepakat di atas kebatilan dan dalil mereka adalah cerita-cerita khurafat yang mereka nukil dan tidak ada dasarnya.” (Kaifa Ihtadaitu Ilaa At-Tauhid)
Ada beberapa pelajaran yang bisa kita petik dari cerita Syekh Muhammad bin Jamil Zainu di sini:
- Di antara keyakinan sebagian kaum Sufi yaitu ada selain Allah yang mengetahui perkara gaib. Tentu saja itu keyakinan sesat dan kufur yang bertentangan dengan Al-Quran, sebagaimana telah disebutkan oleh Syekh tadi.
- Bisa jadi seseorang hafal Al-Quran, tetapi ia tidak memahaminya atau mengamalkannya.
Seperti yang terjadi pada tokoh-tokoh Sufi tadi. Mereka hafal Al-Quran tapi tidak memahami dan mengamalkan isinya.
Al-Quran menegaskan bahwa yang tahu perkara gaib hanyalah Allah, tetapi mereka tidak paham atau pura-pura tidak paham akan itu.
Maka, apa yang mereka hafal tak akan berguna bagi mereka. Bahkan, itu akan membahayakan mereka.
Syekh Muhammad bin Jamil Zainu berkata tentang tokoh-tokoh Sufi tadi:
وهؤلاء الحفظة لكتاب الله سيكون القرآن حجة عليهم لا لهم كما قال صلى الله عليه وسلم:
“Para penghafal Al-Quran tadi, kelak Al-Quran akan membantah mereka dan bukan mendukung mereka. sebagaimana sabda Nabi ﷺ:
(والقرآن حجة لك أو عليك) رواه مسلم.
“Al-Quran itu bisa mendukungmu atau membantahmu.” (HR. Muslim)
وقد ضرب الله مثلا للذين لا يعملون بالكتب المنزلة مثل التوراة فقال:
Sungguh, Allah telah membuat perumpamaan bagi orang-orang yang tidak mengamalkan kitab-kitab yang telah diturunkan semacam Taurat. Dia berfirman:
{مَثَلُ الَّذِينَ حُمِّلُوا التَّوْرَاةَ ثُمَّ لَمْ يَحْمِلُوهَا كَمَثَلِ الْحِمَارِ يَحْمِلُ أَسْفَارًا بِئْسَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِ اللَّهِ وَاللَّهُ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ}
“Perumpamaan orang-orang yang diberi tugas membawa Taurat, kemudian mereka tidak membawanya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Amat buruk perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Jumuah: 5)
فهذه الآية وإن كانت في حق اليهود الذين علموا التوراة ولم يعملوا بها فهي تنطبق على كل من يعلم القرآن ولا يعمل به.
Ayat ini, walaupun itu terkait dengan orang-orang Yahudi yang mengetahui Taurat dan tidak mengamalkannya, tetapi itu berlaku pula bagi setiap orang yang mengetahui Al-Quran tapi tidak mengamalkannya.” (Kaifa Ihtadaitu Ilaa At-Tauhid)
- Di antara ciri khas kaum Sufi yaitu berdalil dengan cerita-cerita khurafat yang bertentangan dengan syariat atau akal sehat.
Muhammad Al-‘Abdah dan Thariq ‘Abdul Halim berkata:
فإن الاتجاه العام لدى الصوفية هو الابتعاد عن العقل والعقلانية
“Sesungguhnya pandangan umum kaum Sufi yaitu menjauh dari rasio (akal sehat) dan rasionalitas.
وذلك لأنهم يرون أنه لا يمكن الوصول إلى الأحوال والمقامات العالية إلا بإلغاء العقل
Yang demikian itu, karena mereka beranggapan bahwa tidak mungkin sampai pada keadaan dan posisi yang tinggi kecuali dengan meniadakan akal.
ولذلك يذكرون حوادث لمشايخهم ويقررون أموراً يأباها العقل بل يكذبها
Karenanya mereka menyebutkan berbagai kejadian guru-guru mereka dan menetapkan beberapa perkara yang tidak diterima akal bahkan didustakan oleh akal sehat. “(Ash-Shufiyyah Nasyatuha wa Tathawwuruha)
Siberut, 8 Dzulqa’dah 1443
Abu Yahya Adiya






