Siapakah umat terbaik?
Allah berfirman:
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
“Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk umat manusia. Kalian memerintahkan yang makruf, melarang dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. (QS. Ali-‘Imran: 110)
Dalam ayat ini Allah menyatakan bahwa umat ini adalah umat terbaik, karena mereka:
-beriman kepada Allah
-memerintahkan yang makruf
-melarang dari yang mungkar
Kalau 3 sifat itu terpenuhi pada diri kita, maka kita termasuk umat yang terbaik. Namun, kalau ada salah satu sifat tadi yang tidak kita penuhi, maka….
Apakah kita tidak ingin menjadi umat yang terbaik?
Karena itu, muslim yang baik bukan hanya mengesakan Allah, mengamalkan sunnah rasul-Nya, dan tidak bermaksiat kepada-Nya.
Bukan hanya itu.
Ia juga harus memerintahkan yang makruf, yakni mengajak orang-orang agar mengesakan-Nya, mengikuti sunnah rasul-Nya, dan melakukan perbuatan baik lainnya.
Ia juga harus melarang dari yang mungkar, yakni melarang orang-orang agar tidak melakukan syirik, bidah, dan kemungkaran lainnya.
Makanya, tidak cukup kita hanya menyuruh pada kebaikan. Kita juga harus mengingkari kemungkaran!
Imam Ibnu Hajar Al-Haitami berkata:
وَقَالَ جَلَّ ذِكْرُهُ:
“Allah berfirman:
{وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلا تَعَاوَنُوا عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ} [المائدة: 2]
“Tolong menolonglah kalian dalam kebaikan dan ketakwaan dan jangan tolong menolong dalam dosa dan permusuhan.” (QS. Al-Maidah: 2)
فَتَرْكُ الْإِنْكَارِ تَعَاوُنٌ عَلَى الْإِثْمِ.
Tidak mengingkari kemungkaran sama saja dengan tolong menolong dalam dosa.” (Az-Zawajir ‘An Iqtiraf Al-Kabair)
Ya, tolong menolong dalam dosa. Sedangkan tolong menolong dalam dosa adalah perbuatan dosa. Ya, dosa. Dosa besar!
Dalam kitab Az-Zawajir ‘An Iqtiraf Al-Kabair, Ibnu Hajar Al-Haitami memasukkan perbuatan tidak mengingkari kemungkaran dalam dosa besar yang ke 394.
Karena besarnya dosa tersebut, maka wajarlah kalau Ahlussunnah wal Jama’ah sangat bersemangat dalam mengingkari kemungkaran.
Sikap Ahlussunnah wal Jama‘ah terhadap Bidah
Syekh Muhammad bin Jamil Zainu berkata:
الفرقة الناجية تأمر بالمعروف، و تنهى عن المنكر، فهي تنكر الطُرق المبتدعة و الأحزاب الهدامة التي فرقت الأمة ، و ابتدعت في الدين و ابتعدت عن سنة الرسول ﷺ و أصحابه
“Golongan yang selamat memerintahkan yang makruf dan melarang dari yang mungkar. Mereka mengingkari cara-cara bidah dan kelompok-kelompok perusak yang memecah belah umat dan membuat-buat perkara baru dalam agama serta menjauh dari sunnah Rasul ﷺ dan para sahabatnya.” (Minhaj Al-Firqah An-Najiyah wa Ath-Thaifah Al-Manshurah)
Ahlussunnah wal Jama’ah adalah golongan yang bersemangat mengingkari kemungkaran, di antaranya bidah dalam segala bentuknya.
Merekalah yang membantah penyimpangan kelompok-kelompok bidah yang akan merusak kemurnian agama ini.
Nabi ﷺ bersabda:
يَرِثُ هَذَا الْعِلْمَ مِنْ كُلِّ خَلَفٍ عُدُولُهُ , يَنْفُونَ عَنْهُ تَأْوِيلَ الْجَاهِلِينَ , وَانْتِحَالَ الْمُبْطِلِينَ , وَتَحْرِيفَ الْغَالِينَ
“Ilmu (agama) ini akan dibawa oleh orang-orang terpercaya dari setiap generasi. Mereka akan meluruskan takwil orang-orang bodoh, pemalsuan orang-orang sesat, dan penyimpangan orang-orang yang melampaui batas.” (HR. Al-Baihaqi)
Siapa yang dimaksud dengan orang-orang yang melampaui batas di sini?
Mullah ‘Ali Al-Qari berkata:
أَيِ:الْمُبْتَدَعَةِ الَّذِينَ يَتَجَاوَزُونَ فِي كِتَابِ اللَّهِ وَسُنَّةِ رَسُولِهِ عَنِ الْمَعْنَى الْمُرَادِ
“Yaitu para ahli bidah yang melampaui makna yang diinginkan dalam kitab Allah dan sunnah rasul-Nya.” (Mirqaat Al-Mafaatiih Syarh Misykaat Al-Mashabiih)
Kenapa Ahlussunnah bersemangat membantah para ahli bidah?
Syekhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata:
فَإِنَّ بَيَانَ حَالِهِمْ وَتَحْذِيرَ الْأُمَّةِ مِنْهُمْ وَاجِبٌ بِاتِّفَاقِ الْمُسْلِمِينَ
“Karena sesungguhnya menjelaskan keadaan mereka dan memperingatkan umat dari mereka adalah wajib berdasarkan kesepakatan kaum muslimin.” (Majmu’ Al-Fatawa)
Ya, itu wajib. Sebab, menjaga kemurnian agama ini adalah wajib.
Karena itu, membantah ahli bidah tentu jauh lebih utama daripada ibadah yang tidak wajib hukumnya.
Syekhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata:
قِيلَ لِأَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ:
“Ditanyakan kepada Ahmad bin Hanbal:
الرَّجُلُ يَصُومُ وَيُصَلِّي وَيَعْتَكِفُ أَحَبُّ إلَيْك أَوْ يَتَكَلَّمُ فِي أَهْلِ الْبِدَعِ؟
“Seseorang melakukan puasa (yang tidak wajib), salat (yang tidak wajib), dan iktikaf, itu lebih engkau sukai atau ia berbicara tentang ahli bidah?”
فَقَالَ:
Ahmad menjawab:
إذَا قَامَ وَصَلَّى وَاعْتَكَفَ فَإِنَّمَا هُوَ لِنَفْسِهِ وَإِذَا تَكَلَّمَ فِي أَهْلِ الْبِدَعِ فَإِنَّمَا هُوَ لِلْمُسْلِمِينَ هَذَا أَفْضَلُ.
“Jika ia berdiri, melaksanakan salat dan iktikaf, maka (kebaikannya) hanya untuk dirinya sendiri. Akan tetapi, jika ia berbicara tentang ahli bidah, maka sesungguhnya (kebaikannya) untuk kaum muslimin. Itu lebih utama.” (Majmu’ Al-Fatawa)
Bila seseorang melaksanakan berbagai amalan yang tidak wajib, maka kebaikan yang muncul dari amalan-amalan itu hanya dirasakan oleh pelakunya saja.
Adapun kalau seseorang membantah ahli bidah, maka kebaikan yang muncul dari bantahan itu bukan hanya dirasakan oleh orang yang dibantah itu saja, melainkan juga dirasakan oleh orang yang membantahnya, dan banyak orang selain dirinya.
Karena itu, menegakkan sunnah, mengingkari bidah, dan membantah ahli bidah adalah ibadah yang mulia. Saking mulianya itu sampai-sampai Syekhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata:
فَالرَّادُّ عَلَى أَهْلِ الْبِدَعِ مُجَاهِدٌ حَتَّى كَانَ ” يَحْيَى بْنُ يَحْيَى ” يَقُولُ:
“Orang yang membantah ahli bidah adalah seorang mujahid. Bahkan Yahya bin Yahya berkata:
الذَّبُّ عَنْ السُّنَّةِ أَفْضَلُ مِنْ الْجِهَادِ
“Membela sunnah lebih utama daripada jihad.” (Majmu’ Al-Fatawa)
Siberut, 10 Jumada Ats-Tsaniyah 1443
Abu Yahya Adiya






